Selasa, 10 Januari 2012

Bahasa & Masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Bahasa merupakan suatu sistem berupa lambang bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Sebagai sebuah sistem maka bahasa terbentuk oleh suatu aturan, kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam tata bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat. Bila aturan, kaidah atau pola ini dilanggar, maka komunikasi dapat terganggu (Abdul Chair,1998:1) .
Fungsi bahasa yang terutama adalah sebagai alat untuk bekerja sama atau berkomunikasi di dalam kehidupan manusia. Untuk berkomunikasi sebenarnya dapat juga digunakan cara lain, misalnya dengan isyarat, lambang-lambang, gambar atau kode-kode tertentu lainnya. Namun dengan menggunakan bahasa komunikasi dapat berlangsung lebih baik dan sempurna. Untuk mengetahui penjelasan selanjutnya, kami paparkan  dalam sebuah makalah yang berjudul “BAHASA DAN MASYARAKAT”.

B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apakah yang dimaksud dengan verbal repertoire?
2.      Apakah yang dimaksud dengan masyarakat tutur?
3.      Adakah hubungan antara bahasa dengan tingkatan social?



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Bahasa dan Tutur
Ferdinand de Saussure (1916) membedakan langage, langue, dan parole yang berasal dari bahasa Prancis yang dalam bahasa Indonesia dipadankan dengan satu istilah yaitu bahasa.
• Langage digunakan untuk menyebut bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal di antara sesamanya. Langage tidak mengacu pada salah satu bahasa tertentu, tetapi pada bahasa umumnya, sebagai alat komunikasi manusia.
• Langue adalah sebuah sistem lambang bunyi  yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinterksi sesamanya. Langue mengacu pada bahasa tertentu yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu.
Misalnya: bahasa Indonesia, bahasa Belanda, bahasa Inggris.
• Parole adalah bentuk ujaran atau tuturan yang  dilakukan oleh anggota masyarakat di dalam berinteraksi atau berkomunikasi sesamanya.  Parole bersifat konkret, nyata ada, dan dapat  diamati secara empiris.

B.       Verbal Repertoire
Verbal repertoire adalah semua bahasa  beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau  dikuasai seorang penutur. (Chaer&Agustina, 2004)
• Alwasilah (1985) mengemukakan bahwa penjelasan dari hal tsb adalah keseluruhan kesiapan, kemampuan, dan keterlibatan seseorang untuk berkomunikasi lewat  bahasa dengan berbagai pihak dalam berbagai topik pembicaraan.
Verbal repertoire ada dua macam, yaitu yang dimiliki setiap penutur secara individual, dan yang merupakan milik masyarakat tutur secara keseluruhan.
• Jika suatu kelompok orang atau suatu masyarakat mempunyai verbal repertoire yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka kelompok orang tsb adalah sebuah masyarakat bahasa/tutur (SpeechCommnunity)
Berdasarkan verbal repertoire yang dimiliki oleh masyarakat, masyarakat bahasa dibedakan menjadi tiga, yaitu
1.      Masyarakat monolingual (satu bahasa)
2.      masyarakat bilingual (dua bahasa)
3.      masyarakat multilingual.(lebih dari 2 bahasa)
Pada pokoknya masyarakat bahasa itu terbentuk karena adanya saling pengertian (mutual intelligibility), terutama karena adanya kebersamaan dalam kode-kode linguistik.  Memiliki persamaan nilai terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang ada dalam masyarakat tersebut.

C.      Masyarakat Tutur

Menurut Wijaya dan Muhammad (2006 : 46) masyarakat tutur ialah sekelompok orang dalam lingkup luas atau sempit yang berinteraksi dengan bhasa tertentu yang dpat dibedakan dengan kelompok masyarakat tutur lain atas dasar perbedaan bahasa yang bersifat signifikan.
Chaer dan Agustina (2004 : 36) mendefinisikan masyarakat tutur sebagai suatu kelompok orang atau masyarakat memiliki verbal repetoir yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu.
Fishman dalam Cher dan Agustina (2004 : 36) mengatakan masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggitanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa dan norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya.
Masyarakat tutur menurut Kridalaksana (2008 : 150) ialah kelompok orang yang merasa memiliki bahasa bersama atau yang merasa termasuk dalam kelompok itu, atau yang berpegang pada bahasa standart yang sama.
Gumperz dalam Sumarsono (2007 : 318) mengatakan bahwa masyarakat tutur ialah sekelompok menusia yang memiliki karakteristik khas karena melakukan interaksi yang teratur dan berkali-kali dengan tanda-tanda verbal yang sama, dan berbeda dari kelompok lain karena adanya perbedaan yang signifikan dalam penggunaan bahasa.
Berdasarkan pendapat para ahli bahasa dan sosiolinguistik diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat tutur ialah sekelompk orang atau individu yang memiliki kesamaan atau menggunakan sistem kebahasaan yang sama berdasarkan norma-norma kebahasaan yang sesuai.
William Labov dalam Sumarsono (2007 : 318) mengatakan bahwa masyarakat tutur tidaklah ditentukan oleh kesepakatan yang jelas dalam penggunaan unsur-unsur bahasa, melainkan lebih banyak oleh partisipasi penutur dalam seperangkat norma bersama ; norma ini bias diamati pada perilaku evaluatif yang terbuka, dan dari keseragaman pola-pola variasai yang basatrak yang tetap sehubungan dengan tingkat penggunaan tertentu.
Dalam masyarakat yang sesungguhnya, anggota-anggotanya memungkinkan memiliki ciri fisik yang berupa organ bicara (organ of speech) yang berbeda-neda yang pada gilirannya nantu menghasilkan idiolek yang berbeda. Dalam masyarakat itu anggota-anggotanya dimungkinkan pula memiliki kepribadian yang berbeda yang nantinya menimbulkan wujud dan cara bahasa yang berlainan. Sementara itu, asal kedaerahan yang berbeda akan melahirkan bermacam-macam variasi regional yang lazim disebut dialek. Dan akhirnya, status sosial ekonomi anggota masyarakat yang berbeda-beda akan mewujudkan sosiolek yang berbeda.
Faktor-faktor sosial dan individual yang lain, seperti umur, jenis kelamin, tingkat keakraban, latar belakang keagamaan, dan sebagainya tentu menambah komplek wujud bahasa yang terdapat dalam sebuah masyarakat tutur, sehingga tidak mustahil bahwa dalam sebuah masyarakat tutur terdapat sejumlah masyarakat tutur lain dalam skope yang lebih kecil.
Anggota-anggota sebuah masyarakat tutur tidak hanya dicirikan oleh bentuk bahasa yang digunakannya, tetapi juga ditentukan oleh pandangan atau persepsi mereka terhadap bentuk bahasa yang digunakan oleh mereka dan bentuk bahasa yang digunakan oleh anggota masyarakat yang lain. Misalnya, masyarakat tutur bahasa Jawa dialek Solo-Yogyakarta memiliki persepsi bahwa varian bahasa yang digunakannya memiliki prestise yang lebih tinggi dibandingkan dengan varian dialektal yang lain seperti bahasa Jawa dialek Jawa Timur.
Ciri khas bahasa seseorang disebut idiolek, sedangkan kumpulan idiolek dalam sebuah bahasa disebut dialek. Variasi yang digunakan oleh orang-orang yang berbeda tingkat sosialnya termasuk variasi dialek social atau sosiolek. (Nababan dalam Chaer dan Agustina, 2004 : 39)
Verbal repertoire ialah semua bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau dikuasai seorang penutur. Berdasarkan luas dan sempitnya verbal repertoil sebuah masyarakat tutur dibagi menjadi dua, yaitu :
1.      Masyarakat tutur yang repertoire pemakaiannya lebih luas, dan menunjukan verbal repertoire setiap penutur lebih luas pula.
2.      Masyarakat tutur yang sebagaian anggotanya mempunyai pengalaman sehari-hari dan aspirasi hidup yang sama, dan menunjukkan pemilikan wilayah linguistic yang lebih sempit, termasuk juga perbedaan variasinya.
Fishman dan Gumperz dalam Chaer dan Agustina (2004 : 38) mengatakan bahwa masayarakat modern mempunyai kecenderungan masyarakat tutur yang lebih terbuka dan cenderung menggunakan barbagai variasi dalam bahasa yang sama, sedangkan masyarakat tradisional bersifat lebih tertutup dan cenderung menggunakan variasi dan beberapa bahasa yang berlainan. Penyebab kecenderungan itu adalah berbagai faktor social dan faktor cultural.
Dalam sebuah masyarakat tutur, terdiri atas dua jenis penutur menurut Wijaya dan Muhammad (2006 : 48) yakni :
1.      Penutur berkompeten (Fully Fledge Speaker)
Penutur berkompeten ialah penutur yang benar-benar mampu menggunakan bahasa dalam berbagai pengetahuan tentang kosa kata dan struktur bahasa yang bersangkutan, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk mengkomunikasikannya secara pragmatis. Seorang penutur yang berkompeten harus memiliki empat pengetahuan yakni : (1) pengetahuan mengenai gramatikan dan kosa kata suatu bahasa, (2) pengetahuan mengenai kaidah-kaiah berbahasa (ules of speaking), misalnya, pengetahuan bagaimana memulai sebuah pembicaraan, (3) pengetahuan tentang bagaimana menggunakan dan merespon tipe-tipe tindak tutur yang berbeda-beda, sepertyi perintah, permohonan atau ucapan terima kasih, (4) penegetahuan tentang bagaimana berbicara secara wajar.
2.       Penutur Partisipatif ( Unfully Fledge Speaker)
Penutur partisipatif ialah penutur yang tidak atau menguasai bahasa dalam berbagai tindak tutur atau komunkasi. Seorang penutur partipatif biasanya ialah seorang pendatang dalam sebuah masyarakat tutur dan ia mengalami sebuah culture shock atau gegar budaya. Wijaya dan Muhammad (2006 : 51) memberikan contoh sebagai berikut : Seorang penutur asli bahasa bali pindah ke kota semarang. Ia mendengar seorang tetangganya yang penutur bahasa Jawa mengatakan “ Sesuk aku arep tunggu manuk.” Secara harfiah kalimat tersebut berarti “Besok saya akan menunggu burung.”
Orang bali tersebut tidak memahami makna sebenarnya kalimat tersebut sebab ia hanya memahami kalimatnya secara harfiah, padahal, kalimat tersebut bermakna
“Besok saya akan menghalau burung.”
Perbedaan penafsiran kalimat ini karena penutur dan lawan tutur memuliki perbedayaan budaya.
Didalam sebuah masyarakat tutur terdapat individu-individu yang melakukan tuturan. Individu-individu tersebut melaksanakan komunikasi antar individu yang terjadi melalui dua tindakan yakni peristiwa tutur dan tindak tutur.
D.      Bahasa dan Tingkatannya
Pokok pembicaraan sosiolinguistik adalah hubungan antara bahasa dengan penggunaannya didalam masyarakat yaitu hubungan antara bentuk-bentuk bahasa tertentu, yang disebut variasi bahasa, ragam atau dialek dengan penggunaanya untuk fungsi-fungsi tertentu di masyarakat. Misalnya untuk kegiatan pendidikan kita menggunakan bahasa baku, untuk kegiatan berbisnis kita menggunakan ragam usaha, dan untuk kegiatan menciptakan karya seni (puisi atau novel) kita menggunakan ragam sastra.
            Adakah hubungan antara bahasa dengan tingkatan social? Untuk menjawabnya kita harus tahu maksud tingkatan social di dalam masyarakat itu sendiri. Tingkatan social dalam masyarakat dapat dilihat dari dua segi yaitu:
  1. Segi kebangsawanan
  2. Segi kedudukan social yang ditandai dengan tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang dimiliki.
Untuk melihat adanya hubungan antara kebangsawanan dengan bahasa, kita dapat mengambil contoh masyarakat tutur bahasa Jawa. Mengenai tingkat kebangsawanan ini Kuntjoroningrat (1967:245) membagi masyarakat jawa ada empat tngkat yaitu: (1)Wong ellik, (2) Wong saudagar, (3) Priyayi, (4) Ndara
Sedangkan menurut Clifford Geerts (dalam Pride dan Holmes (ed) 1976 membagi masyarakat jawa menjadi tiga tingkat yaitu : (1) priyayi, (2) bukan priyayi tetapi berpendidikan dan bertempat tinggal di kota, (3) petani dan orang-orang kota yang tidak berpendidikan.
Berdasarkan tingkatan tersebut melahirkan undak usuk yaitu variasi bahasa yang penggunaanya didasarkan pada tingkat-tingkat social. Hal ini terjadi di Jawa, pihak yang tingkat sosialnya lebih rendah menggunakan tingkat bahasa yang lebih tinggi yaitu karma, dan yang tingkat sosialnya lebih tinggi menggunakan tingkat bahasa yang lebih rendah yaitu ngoko.
Contoh:
A
B
Anda mau pergi kemana ?
Mau pulang
Kedudukan
Variasi
Kedudukan
            Variasi
-
Krama
1.     Sampeyan ajeng teng pundi?
+
Ngoko
1.    Arep mulih
2.   Panjenengan badhe tindak (dhateng) pundi ?
2.Arep mulih
+
Ngoko
1.Kowe arep menyang endi?

-
Krama
1.    Ajeng wangsul
2.Slira/panjenengan arep/tindak menyang ndi ?
2.    Badhe wangsul
                                            
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
  1. Istilah bahasa dipadankan dengan langage, langue dan parole.
a.       Langage digunakan untuk menyebut bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal di antara sesamanya.
b.      Langue adalah sebuah sistem lambang bunyi  yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinterksi sesamanya.
c.       Parole adalah bentuk ujaran atau tuturan yang  dilakukan oleh anggota masyarakat di dalam berinteraksi atau berkomunikasi sesamanya. 
  1. Verbal repertoire adalah semua bahasa  beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau  dikuasai seorang penutur.
  2. Masyarakat tutur ialah sekelompk orang atau individu yang memiliki kesamaan atau menggunakan sistem kebahasaan yang sama berdasarkan norma-norma kebahasaan yang sesuai.
  3. Adanya hubungan antara tingkatan sosial dengan bahasa, contohnya pada masyarakat tutur bahasa Jawa.
B.       Saran-saran
1.      Masyarakat tutur yang satu dengan yang lainnya hendaknya saling menghargai karena walaupun beragam bahasa tetap satu bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
2.      Kita sebagai kaum terpelajar hendaknya dapat memberi contoh dalam penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.


DAFTAR PUSTAKA

http://kamusjawa.com/tingkatan-dalam-bahasa-jawa-undhak-undhuk-basa.html
Modul pembelajaran KD Bahasa dan Sastra Indonesia 1


EKOLOGI

A.   PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Pertumbuhan populasi manusia yang cepat, menyebabkan kebutuhan akan pangan, bahan bakar, tempat pemukiman, dan lain kebutuhan serta limbah domestik juga bertambah dengan cepat. Pertumbuhan populasi manusia telah mengakibatkan perubahan yang besar dalam lingkungan hidup.
Permasalahan lingkungan hidup menjadi besar karena kemajuan teknologi. Akan tetapi yang harus diingat bahwa teknologi bukan saja dapat merusak lingkungan, melainkan diperlukan juga untuk mengatasi masalah lingkungan hidup. Contoh: Mesin mobil yang tidak menggunakan bahan bakar fosil (bensin), tetapi menggunakan gas.
Pertumbuhan populasi manusia menyebabkan timbulnya permasalahan lingkungan, seperti: kerusakan hutan, pencemaran, erosi, dan lain-lain; karena manusia selalu berinteraksi (inter-related) dengan makhluk hidup lainnya dan benda mati dalam lingkungan. Ini dilakukan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam upaya mempertahankan jenis dan keturunannya.
Pemenuhan kebutuhan manusia dapat terpenuhi karena adanya pemanfaatan lingkungan yang berbentuk pengelolaan lingkungan hidup. Melalui pengelolaan lingkungan hidup, terjadi hubungan timbal balik antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Ini berarti sudah berkaitan dengan konsep ekologi, terutama tentang konsep hubungan timbal balik (inter-related) antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Dengan demikian apabila membicarakan lingkungan hidup, maka konsep ekologi akan selalu terkait, sehingga permasalahan lingkungan hidup adalah permasalahan ekologi.



B. PEMBAHASAN

  1. Arti Ekologi.

Inti permasalahan ekologi adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya disebut ekologi. Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Enerst Haeckel, seorang ahli biologi bangsa Jerman.
 Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu/telaah. Oleh karena itu ekologi berarti ilmu tentang rumah (tempat tinggal) makhluk hidup. Dengan demikian
ekologi biasanya diartinya sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Berdasarkan arti harfiah dari asal katanya ekologi dan ekonomi sama.Ekologi
(Oikos dan logos) sedang ekonomi (Oikos dan nomos) sehingga kedua ilmu itu banyak persamaannya. Namun dalam ekologi, mata uang yang dipakai dalam transaksi bukan rupiah atau dolar, melainkan materi, energi, dan informasi. Arus materi, energi, dan informasi dalam suatu komunitas atau beberapa komunitas mendapat perhatian utama dalam ekologi, seperti uang dalam ekonomi. Oleh karena itu transaksi dalam ekologi berbentuk materi, energi, dan informasi.

  1. Konsep Dasar Ekologi

Pengelolaan lingkungan hidup bersifat Antroposentris, artinya perhatian utama dihubungkan dengan kepentingan manusia. Kelangsungan hidup suatu jenis tumbuhan atau hewan, dikaitkan dengan peranan tumbuhan atau hewan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik material (bahan makanan) dan non-material (keindahan dan nilai ilmiah). Dengan demikian kelangsungan hidup manusia dalam lingkungan hidup sangat ditentukan oleh tumbuhan, hewan, dan unsur tak hidup.
Menurut Odum (1979) dalam bukunya “Fundamentals of Ecology”, lingkungan hidup didasarkan beberapa konsep ekologi dasar, seperti konsep: biotik, abiotik, ekosistem, produktivitas, biomasa, hukum thermodinamika I dan II, siklus biogeokimiawi dan konsep faktor pembatas. Dalam komunitas ada konsep biodiversitas, pada populasi ada konsep “carrying capacity”, pada spesies ada konsep distribusi dan interaksi serta konsep suksesi dan klimaks.

1. Tingkatan Organisasi Makhluk Hidup.
Makhluk hidup (organisme) memiliki tingkat organisasi dari tingkat yang paling sederhana sampai ke tingkat organisasi yang paling kompleks. Tingkatan organisasi tersebut terlihat sebagai deretan biologi yang disebut spectrum biologi. Adapun spektrum biologi yang dimaksud yaitu: protoplasma (zat hidup dalam sel); sel (satuan dasar suatu organisme); jaringan (kumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi sama); organ (alat tubuh, bagian dari organisme), sistem organ (kerjasama antara struktur dan fungsional yang harmonis);organisme (makhluk hidup, jasad hidup); populasi (kelompok organisme yang sejenis yang hidup dan berbiak pada suatu daerah tertentu); komunitas (semua populasi dari berbagai jenis yang menempati suatu daerah tertentu); ekosistem;dan biosfer (lapisan bumi tempat ekosistem beroperasi).

2. Ekosistem.
Suatu konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem (sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Oleh karena itu ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan yang saling mempengaruhi. Berdasarkan pengertian di atas, suatu sistem terdiri dari komponen – komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan.
 Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan itu terjadi karena adanya arus materi dan energi, yang terkendali oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem. Masing-masing komponen mempunyai fungsi (relung). Selama masing-masing komponen tetap melakukan fungsinya dan bekerjasama dengan baik, keteraturan ekosistem tetap terjaga. Apabila kita hanya melihat fungsinya, suatu ekosistem terdiri atas dua komponen, yaitu :
a)      Komponen autotrofik
Organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri berupa bahan organik dan bahan-bahan anorganik dengan bantuan energi matahari atau klorofil. Oleh karena itu semua organisme yang mengandung klorofil disebut organisme autotrofik.
b)      Komponen heterotrofik
Organisme yang mampu memanfaatkan bahan – bahan organik sebagai bahan makanannya. Bahan makanan itu disintesis dan disediakan oleh organisme lain.

Apabila dilihat dari segi penyusunannya, maka dapat dibedakan menjadi empat komponen yaitu:
  1. Bahan tak hidup (abiotik, non hayati)
Terdiri dari  komponen fisik dan kimia, misalnya: tanah, air, matahari, dan lain-lain. Komponen ini merupakan medium (substrat) untuk berlangsungnya kehidupan.
      b. Produsen: organisme autotrofik (tumbuhan hijau)
      c. Konsumen: organisme heterotrofik, misalnya: manusia, hewan yang makan organisme lainnya.
      d. Pengurai (perombak atau dekomposer)
Organisme heterotrofik yang mengurai bahan organik yang berasal dari organisme mati.
Habitat dan relung, dua istilah tentang kehidupan organisme. Habitat adalah tempat hidup suatu organisme. Habitat suatu organisme dapat juga disebut “alamat”. Relung (niche atau nicia) adalah profesi atau status suatu organisme dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu, sebagai akibat adaptasi struktural, tanggal fisiologis serta perilaku spesifik organisme itu.
Penyesuaian diri secara umum disebut adaptasi. Kemampuan adaptasi mempunyai nilai untuk kelangsungan hidup. Makin besar kemampuan adaptasi makin besar kementakan kelangsungan hidup organisme.
3. Hukum Thermodinamika.
Hukum thermodinamika adalah hukum alam tentang energi. Ada dua hukum thermodinamika yaitu:
a)      Hukum Thermodinamika I
Energi dapat diubah dari suatu bentuk energi menjadi bentuk energi lain, tetapi energi tidak pernah dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan.
Contoh: energi matahari diubah menjadi energi panas atau energi potensial dalam bentuk makanan. Jumlah energi dalam alam semesta adalah konstan. Artinya jumlah energi tidak dapat bertambah atau berkurang.
b)      Hukum Thermodinamika II
Setiap terjadi perubahan bentuk energi, pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat menjadi energi yang terpencar.
Contoh: benda panas pasti menyebarkan panas (energi) ke lingkungan sekitar yang lebih rendah suhunya. Energi yang tidak seluruhnya dapat dipakai untuk melakukan kerja.
Contoh: 10 ton kalori untuk memutar mesin, hasil kerja mesin itu kurang dari 10 ton kalori. Bagian energi yang dapat dipakai untuk melakukan kerja disebut entropi. Lawan dari entropi adalah negentropi (entropi negatif atau pengurangan entropi). Contoh: fotosintesis mempunyai efek negentropi.

4. Siklus Biogeokimiawi
Biogeokimiawi merupakan proses biologi, geologi, dan kimia. Siklus biogeokimiawi berkaitan dengan materi. Tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan, dan lain-lain tersusun oleh materi. Materi terdiri dari unsur kimia, seperti: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan fosfor (P). Materi yang dibutuhkan untuk menyusun tubuh manusia didapat dari makanan. Bersamaan dengan materi, dari makanan dapat juga diperoleh energi.
Di alam terjadi proses makan memakan. Tumbuhan hijau dimakan ulat. Ulat dimakan burung prenjak dan burung prenjak dimakan ular. Proses makan memakan disebut rantai makanan, karena terdiri atas banyak rantai. Rantai makanan itu bercabang-cabang merupakan jaring-jaring, sehingga disebut jaring-jaring makanan.
Materi mengalir dari mata rantai makanan yang satu ke mata rantai yang lain. Apabila makhluk mati, tidak berarti aliran materi terhenti, melainkan makhluk yang mati menjadi makanan makhluk lainnya. Materi tak habis-habisnya, mengalir dari tubuh yang satu ke tubuh makhluk yang lain dan dari dunia hidup ke dunia tak hidup serta kembali ke dunia hidup. Daur materi seperti itu disebut daur biogeokimiawi.

5. Produktivitas.
Setiap ekosistem atau komunitas, atau bagian-bagian lain memiliki produktivitas dasar atau disebut produktivitas primer. Pengertian produktivitas primer adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen melalui proses fotosintesis dan kemosintesis (pemanfaatan hasil sintesis) dalam bentuk bahan-bahan organik dapat digunakan sebagai bahan pangan.
Dalam konsep produktivitas, faktor satuan waktu sangat penting, karena sistem kehidupan adalah proses yang berjalan secara sinambung. Selain waktu, faktor ruang merupakan faktor penting yang menentukan produktivitas suatu ekosistem.
Contoh: produktivitas hutan tropis alam di Semenanjung Malaya lebih tinggi daripada hutan iklim sedang di Inggris. Di Malaya hutan tumbuh sepanjang tahun tanpa waktu istirahat, sesuai dengan iklim tropis. Di Inggris, hutan hanya pada musim semi dan musim panas (± 5 bulan).

6. Populasi dan Komunitas
Populasi yang hidup pada suatu habitat dalam lingkungan, dapat memenuhi kebutuhannya karena lingkungan mempunyai kemampuan untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan populasi disebut daya dukung (carrying capacity). Daya dukung lingkungan  tersebut merupakan sumber daya alam lingkungan.
Kemampuan lingkungan mempunyai batas, sehingga apabila keadaan lingkungan berubah maka daya dukung lingkungan juga berubah. Hal ini karena daya dukung lingkungan dipengaruhi oleh faktor pembatas, seperti: cuaca, iklim, pembakaran, banjir, gempa, dan kegiatan manusia. Manusia mampu memodifikasi komunitas alami dan mengubah daya dukungnya. Akibatnya nilai daya dukung naik dengan menambah komponen
lingkungan yang menjadi faktor pembatas. Contoh: pemupukan lahan pertanian.
Makhluk hidup dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membentuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kelompok yang hidup secara bersama telah menyesuaikan diri dan menghuni suatu tempat alami disebut komunitas.
Karakteristik komunitas pada suatu lingkungan adalah keanekaragaman. Makin beranekaragam komponen biotik (biodiversitas), maka makin tinggi keanekaragaman. Sebaliknya makin kurang beranekaragaman maka dikatakan keanekaragaman rendah.
Contoh:
* Keaneragaman rendah; terdapat pada komunitas dengan lingkungan ekstrim, misalnya: gurun, tanah kering, tanah tandus, pegunungan tinggi.
* Keaneragaman tinggi sering disebut diversity is stability. Daerah yang mempunyai keanekaragaman tinggi adalah hutan tropika (di kawasan tropika jarang sekali terjadi komunitas alami dirajai oleh hanya satu jenis).
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam komunitas dapat diamati dan seringkali perubahan itu berupa pergantian komunitas lain.
Contoh: sebuah kebun jagung yang ditinggalkan setelah panen dan tidak ditanami lagi. Di situ akan bermunculan berbagai jenis gulma yang membentuk komunitas. Apabila lahan itu dibiarkan cukup lama, maka dalam komunitas tersebut akan terjadi pergantian komposisi jenis yang mengisi lahan tersebut.
Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir
dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Apabila suatu komunitas telah mencapai klimaks, maka berarti tercapai homeostatis (keseimbangan).
Proses suksesi dapat dibedakan menjadi suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara menyeluruh (total), sehingga di tempat komunitas asal itu terbentuk habitat baru atau subtract baru. Pada habitat baru ini tidak ada lagi organisme yang membentuk komunitas asal yang tertinggal.
Contoh: letusan G. Krakatau pada tahun 1883, tanah longsor, endapan lumpur, dan lain-lain. Pada subtrat yang baru ini akan berkembang suatu komunitas yang baru pula. Proses pergantian komunitas lama secara total dengan komunitas baru disebut suksesi primer.
Suksesi sekunder terjadi jika suatu komunitas atau ekosistem alami terganggu, baik secara alami maupun buatan (misalnya akibat kegiatan manusia). Gangguan yang terjadi tidak merusak komunitas secara total, sehingga subtrat lama dan kehidupan masih ada. Subtrat inilah yang menjadi tumbuhan pelopor untuk membentuk komunitas yang terganggu tersebut. Proses pembentukan komunitas yang berasal dari subtrat asal disebut suksesi sekunder.


PENUTUP


1.     Kesimpulan

Hubungan timbal balik antara manusia dengan makhluk hidup lainnya dan unsur tak hidup, telah menyebabkan manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun aktivitas yang dilakukan manusia dalam lingkungan hidup, telah
menyebabkan timbulnya kerusakan lingkungan atau permasalahan lingkungan
hidup.
Permasalahan lingkungan hidup pada hakikatnya merupakan permasalahan
ekologi. Hal ini karena ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan. Unsur penting yang harus diperhatikan dalam lingkungan adalah materi, energi, dan informasi. Ketiga unsur itu dapat ikut mempengaruhi keanekaragaman dalam komunitas dan dapat menjadi faktor pembatas dalam populasi. Apabila ketiga unsur itu terganggu (berubah) maka lingkungan juga akan berubah, berarti siklus biogeokimiapun berubah.

  1. Saran

Walaupun pengelolaan lingkungan bersifat antroposentris, tetapi dalam pengelolaan lingkungan sebaiknya harus memperhatikan komponen-komponen lingkungan hidup. Sehingga hubungan mahluk hidup dengan lingkungannya akan seimbang.